Politeknik PU

Politeknik Pekerjaan Umum Teguhkan Integritas Melalui Halo SPI Series 3: “Pendidikan Tanpa Suap, Mimpi atau Misi?”

Menjaga integritas sering kali terdengar sebagai konsep besar—tentang menolak suap, melawan korupsi, dan membangun tata kelola yang bersih. Namun, dalam praktiknya, integritas justru lahir dari tindakan-tindakan kecil yang konsisten, yang lahir karena kepedulian.

Hal ini menjadi salah satu pesan dari kegiatan Halo SPI Series 3 yang digelar oleh Politeknik Pekerjaan Umum (PUtech) pada Kamis, 9 Oktober 2025, di Ruang Mini Theater.

Mengusung tema “Pendidikan Tanpa Suap: Mimpi atau Misi?”, kegiatan ini menjadi bagian dari proses internalisasi Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) ISO 37001:2025 yang saat ini tengah diterapkan di seluruh unit PUtech. Kegiatan ini juga melanjutkan komitmen institusi yang telah berhasil meraih sertifikasi Sistem Manajemen Organisasi Pendidikan (SMOP) untuk seluruh unit pengelolaan—sebuah tonggak penting menuju kampus yang berintegritas dan profesional. 

Acara dibuka dengan peluncuran Buku Saku Mengenal Gratifikasi dan Antikorupsi Tahun 2025, disusul penandatanganan Pakta Integritas oleh seluruh jajaran pimpinan dan sivitas akademika lainnya yang hadir. Buku ini diharapkan menjadi panduan praktis untuk memahami bentuk-bentuk gratifikasi, mekanisme pelaporan, serta nilai-nilai dasar antikorupsi yang relevan dalam kehidupan kampus.

Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI), Suhardi, S.T., M.PSDA, menyebutkan bahwa Halo SPI menjadi wadah pembelajaran kolektif agar semua unsur kampus memiliki persepsi dan komitmen yang sama terhadap integritas. “Halo SPI ini adalah yang ketiga, akan terus kami hadirkan agar persepsi dan komitmen seluruh unsur kampus selaras dengan semangat birokrasi bersih yang melayani,” ujarnya.

Direktur Politeknik PU, Ir. Brawijaya, S.E., M.Eng.I.E., MSCE, Ph.D, IPU, ASEAN.Eng., menegaskan bahwa penguatan integritas tidak berhenti pada administrasi, melainkan juga mencakup proses pembelajaran. “Tugas SPI bukan hanya mengawasi administrasi, tetapi juga memastikan proses belajar mengajar berjalan beretika dan transparan. Kita sedang menerapkan SMAP di seluruh unit, setelah sebelumnya meraih sertifikasi SMOP—sebuah capaian yang patut disyukuri,” tuturnya. “Sebagai institusi yang masih muda, banyak hal yang perlu terus dibenahi. Melalui kegiatan seperti ini, kita diingatkan bahwa mencegah praktik penyuapan bukan hanya tugas SPI atau pimpinan, tetapi tanggung jawab bersama seluruh komunitas akademik,” lanjutnya.

Sesi utama diisi oleh Gandjar Laksmana Bonaprapta, S.H., M.H., pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, yang membedah isu suap dan gratifikasi secara mendalam. Ia menekankan bahwa korupsi tidak selalu dimulai dari tindakan besar, melainkan dari kelalaian terhadap hal-hal kecil. “Setengah kaki ke penjara, setengah ke neraka apabila tidak amanah—apalagi tidak kompeten,” ungkapnya tegas.

Dalam epilognya, Gandjar menyampaikan pesan sederhana namun menggugah. “Jangan pernah bermimpi korupsi bisa diberantas jika kita tidak berani mencegah hal-hal kecil yang kerap dianggap sepele—seperti menegur orang yang membuang sampah sembarangan atau merokok di tempat yang tidak semestinya. Lakukanlah atas nama kepedulian.”

Pesan ini menjadi cermin bahwa integritas tidak hanya soal regulasi, tetapi soal kebiasaan. Kepedulian pada hal kecil, keberanian untuk menegur, dan kejujuran dalam tindakan sehari-hari adalah akar dari ekosistem antikorupsi.

Pendidikan tanpa suap bukanlah mimpi, melainkan misi bersama. Sebuah langkah nyata menuju ekosistem akademik yang tidak hanya mencetak insan berkompetensi, tetapi juga berkarakter tangguh dan berintegritas dalam setiap perbuatannya.