Politeknik PU

Public Lecture PUtech Kupas Inovasi Giant Sea Wall untuk Infrastruktur Pesisir Berkelanjutan

Tantangan penurunan muka tanah dan naiknya permukaan air laut menjadi ancaman nyata bagi kota-kota pesisir Indonesia. Menjawab isu tersebut, Politeknik Pekerjaan Umum (PUtech) menghadirkan Kuliah Umum bertajuk “Innovative Approaches in Water Infrastructure: Giant Sea Wall” yang digelar pada Jumat (17/10/2025) secara hybrid di Auditorium Soejono Sosrodarsono, Kampus 2 PUtech Semarang.

Kegiatan ini menghadirkan Victor Coenen, Project Manager Witteveen+Bos asal Belanda sekaligus ahli di bidang pengelolaan air dan infrastruktur pesisir, dengan Sabrina Farah Salsabilla dari Nuffic Southeast Asia sebagai moderator.
Forum ini menjadi bagian dari PUtech Lecturia 2025, wadah literasi akademik yang mempertemukan mahasiswa dengan praktisi global untuk memperluas wawasan, menumbuhkan semangat belajar, dan membuka perspektif baru dalam bidang pekerjaan umum.

Tema yang Relevan untuk Indonesia

Dalam sambutannya, Direktur PUtech, Ir. Brawijaya, S.E., M.Eng.I.E., MSCE, Ph.D., IPU, menegaskan bahwa tema Giant Sea Wall sangat relevan dengan kondisi aktual yang dihadapi Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang di dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam melindungi wilayah pesisir dari ancaman banjir rob, abrasi, dan kenaikan muka air laut.

“Giant Sea Wall bukan hanya pelindung fisik, tetapi bentuk sinergi antara teknologi, perencanaan ruang, dan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan,” ujar Direktur PUtech.

Ia menambahkan bahwa forum seperti ini merupakan wujud nyata dari komitmen PUtech untuk menjembatani dunia akademik dengan dunia profesional.

“Mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga memahami bagaimana proyek besar seperti Giant Sea Wall menuntut kolaborasi lintas disiplin serta memperhatikan dampak sosial dan lingkungan,” tambahnya.

Inovasi Sea Wall: Lebih dari Sekadar Beton

Dalam paparannya, Victor Coenen menjelaskan bahwa pembangunan sea wall menjadi kebutuhan bagi Indonesia, khususnya daerah pesisir yang mengalami penurunan tanah hingga 5–15 cm per tahun. Namun, ia menekankan bahwa solusi tidak boleh hanya dilihat dari sisi teknis, melainkan harus mempertimbangkan konteks sosial, ekonomi, dan ekologis.

“Sebuah sea wall dapat dibangun dalam beberapa tahun, tetapi dampaknya akan dirasakan selama puluhan tahun. Karena itu, setiap desain harus memastikan manfaatnya lebih besar daripada dampaknya,” ungkap Victor.

Ia juga menyoroti berbagai inovasi sea wall dari berbagai negara, termasuk Belanda, Jepang, dan Indonesia, di mana tanggul laut tersebut tidak hanya berfungsi sebagai penghalang air, tetapi juga ruang publik, kawasan ekonomi, dan bahkan ikon kota.

“Jika sebuah sea wall mampu menarik orang untuk datang, beraktivitas, dan berinteraksi, maka itu adalah inovasi,” tambahnya.

Selain pendekatan struktural, Victor juga memperkenalkan konsep “soft” dan “hybrid solutions” — perpaduan antara teknologi dan alam, seperti pemanfaatan mangrove dan sand motor, untuk membantu memulihkan garis pantai secara alami.

Ciri Khas Pembelajaran PUtech

Public Lecture atau Kuliah Umum ini menjadi salah satu implementasi nyata dari model pembelajaran khas PUtech — 70% praktik dan 30% teori. Melalui kegiatan seperti PUtech Lecturia, mahasiswa tidak hanya menerima materi teoritis, tetapi juga belajar langsung dari praktisi untuk memahami bagaimana pengalaman mereka di lapangan sehingga mahasiswa diharapkan mampu memperluas wawasan serta beradaptasi dengan tantangan global.